LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH (KMB)
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES HTP
I.
Diagnosa
Medik
(urolithiasis).
II.
Definisi
Urolithiasis mengacu pada
adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi
substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung kemih
dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir
atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye (Smeltzer
& Bare, 2002).
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinarius (traktus
urinarius). Neprolithiasis merupakan batu yang terbentuk di paremkim ginjal,
sedangkan ureterolithiasis adalah terbentuknya batu di ureter. Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan
tanda/gejala yang menyertainya (Price & Wilson, 2006).
III. Etiologi
Terdapat dua penyebab utama terbentuknya batuk di
saluran kemih
1. Stasis urin
Terjadi akibat infeksi,
gangguan metabolik, obstruksi leher kandung kemih atau immobilisasi yang lama,
sehingga tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemih dalam waktu lama.
2. Supersaturasi urin
a. Peningkatan konsentrasi larutan karena
kekurangan cairan atau peningkatan jumlah larutan, memicu terbentuknya kristal
kalsium, asam urat, atau fosfat.
b. pH urin asam (asam urat dan batu cistin)
atau basa (batu kalsium fosfat atau struvit) akan memicu terbentuknya kristal.
3. Penyebab lain:
a. Penurunan jumlah zat inhibitor, seperti:
asam sitrat, pirofosfat, dan magnesium, dapat meningkatkan resiko pembentukan
batu.
b. Obat-obatan, seperti: acetozolamide,
calsium carbonat, natrium bicnat, dan aluminium hidroxide serta vitamin C dosis
tinggi meningkatkan kadar oksalat dalam urin.
c. Keturunan.
d. Jenis kelamin: pria > wanita.
e. Air minum, pekerjaan, makanan, dan suhu.
f. Diet tinggi purin, oksalat, dan suplemen
kalsium.
(Price & Wilson, 2006; Smeltzer &
Bare, 2002)
IV. Klasifikasi Batu
1.
Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium
fosfat. Mulai dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu stoghorn).
Hiperkalsiuria
dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Kecepatan
reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium, seperti pada
hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
b. Absorpsi
kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcaidosis, atau milk-alkali
sindrom.
c. Gangguan
absorpsi tubulus ginjal.
d. Abnormalitas
struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
2.
Batu oksalat
Urutan kedua, paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanya
sereal, dan jarang terjadi di daerah peternakan.
Meningkatnya
oksalat disebabkan oleh:
a. Hiperabsorpsi
oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake tinggi makanan berbahan kecap.
b. Post
ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
c. Overdosis
vitamin C atau asam askorbat.
d. Malabsorpsi
lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat dilepas untuk diabsorpsi.
3.
Batu struvit
Disebut juga triple fosfat:
carbonat, magnesium, dan ammonium fosfat. Pada urin tinggi ammonia karena
infeksi oleh bakteri yang mengandung enzim urease, seperti proteus,
pseudomonas, klebsiella, stapilococcus, yang memecah urea menjadi 2 molekul
ammonia, sehingga pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn, sering
membuat abses, dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotic.
4.
Batu asam urat
Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang cairan, atau pH
urin rendah. Orang dengan gout primer/sekunder berisiko mengalami batu asam
urat.
5.
Batu cistin
Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital dari
gangguan autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristal cistin di
urin yang terutama terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada dewasa
jarang terjadi.
6.
Batu xantin
Berssifat herediter, akibat defisiensi xantin
oksidase. Kristal dipicu pada urin yang asam.
(Muttaqin, 2008; Sudoyo, 2006)
V.
Patofisiologi
Teori terbentuknya
batu:
1.
Teori
inti matriks
Adanya substansi organik sebagai inti, yaitu
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi
zat pembentuk batu.
2.
Teori
supersaturasi
Kejenuhan substansi pembentuk batu seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat, mempermudah terbentuknya batu.
3.
Teori
presipitas-kristalisasi
Perubaha pH akan memicu terbentuknya batu, urin
asam akan membentuk sistin, santin, dan asam urat, sedangkan urin basa akan
mengendapkan garam-garam fosfat.
4.
Teori
berkurangnya faktor inhibitor
Dengan berkurang faktor pengahambat, akan
mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih. Faktor-faktor penghambat
antara lain: sitrat, pirofosfat, magnesium, asam mukopolisakarida.
(Muttaqin, 2008)
VI.
Manifestasi
Klinis
1. Nyeri
yang tajam, berat, tiba-tiba karena pergerakan dan iritasi batu pada saluran
kemih (colic renal/ureter).
2. Mual,
muntah, peningkatan TD, diaphoresis, cemas, penurunan mobilitas usus.
3. Batu
pada kandung kemih: urgensi, perubahan frekuensi, hematuri, sistisis kronik.
4. Peningkatan
suhu tubuh, peningkatan leukosit.
5. Obstruksi
urin menyebabkan hidroureter, hidronefrosis,
6. Batu
diameter ½ - 1 cm biasanya keluar sendiri.
(Arif
Mansjoer, 2001; Smeltzer & Bare,
2002)
VII. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
1. Pielografi intravena (IVP)
2. Ultrasonografi (USG)
3. Retrogade pielografi
4. Sistoskopi
5. Laboratorium:
a. Urinalisa: warna kuning, coklat gelap,
berdarah, secara umum menunjukkan SDM, SDP, kristal, serpihan, mineral,
bakteri, pus, pH mungkin asam atau basa.
b. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat,
kalsium, fosfat, oksalat atau sistin mungkin meningkat.
c. Kultur urin: mungkin menunjukkan ISK
(stapilococcus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
d. Survei biokimia: peningkatan kadar
magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, dan elektrolit.
e. BUN: abnormal (tinggi pada serum/rendah
pada urin) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum:
peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya
asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung darah lengkap: SDP mungkin
meningkat, menunjukkan infeksi/septikemia.
h. Sel darah merah: biasanya normal.
i.
Hb/Ht:
abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi atau anemia.
j.
Hormon
paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorpsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin).
(Doenges, 1999; Smeltzer & Bare,
2002)
VIII. Penatalaksanaan
1. Tingkatkan cairan
Minum 3-4 liter/hari jika
tidak ada kontraindikasi untuk menurunkan konsentrasi larutan, menurunkan
nyeri, mencegah batu membesar dan mencegah terjadinya infeksi.
2. Cegah batu berulang dengan banyak minum,
dan modifikasi diet sesuai dengan jenis batu.
a. Batu kalsium: perlu dibatasi makan ikan teri,
bayam, coklat, kacang, teh, kopi, apel, anggur, tomat, bir, dan cocacola.
b. Batu urat: perlu dibatasi jeroan, otak,
dan makanan yang mengandung banyak purin
3. Medika mentosa
a. Hiperkalsiuri: beri diuretik tiazid, untuk
meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus.
b. Hiperuricosuria: allupurinol.
c. Batu kalsium oksalat: berikan vitamin B6
(pirodixine), magnesium oksida, kolestiramin.
d. Batu cistin: tiopronin (thiola).
e. Berikan antibiotik untuk cegah batu
struvit.
4. Penatalaksanaan bedah
a. ESWL: untuk menghancurkan batu di kaliks
ginjal dengan ukuran >6 mm
b. Laser litotripsi bersama ureteroskopi
c. Sistoskopi, ureteroskopi, sekaligus pasang
DJ stent
d. Bedah:
1)
Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
2)
Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau
nefrektomi
3)
Ureterolitotomi:
bila batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi: jika batu berada di kandung
kemih
(Sudoyo, 2006)
IX. Pengkajian
1. Aktifitas/ Istirahat
Gejala : keterbatasan
aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya, contoh: penyakit
tak sembuh.
2. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas).
Kulit hangat dan
kemerahan; pucat.
3. Eliminasi
Gejala :
Riwayat adanya ISK kronis; obstruksi
sebelumnya.
Penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh.
Rasa
terbakar, dorongan berkemih.
Diare.
Tanda :
Oliguri, hematuri, piuria.
Perubahan
pola berkemih.
4. Makanan/
Cairan
Gejala : Mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
Diet
tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat.
Ketidakcukupan
pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup.
Tanda :
Distensi abdominal; penurunan/tidak
adanya bising usus.
Muntah.
5. Nyeri/
Kenyamanan
Gejala : Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di regio sudut kostovertebral; dapat menyebar ke
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genetalia. Nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
Nyeri dapat digambarkan
sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : Melindungi; perilaku distraksi.
Nyeri tekan pada area
ginjal pada palpasi.
7. Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol.
Demam, menggigil.
(Doenges, 1999)
X.
Diagnosa
dan Intervensi
Pre-operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan
frekuensi/dorongan kontraksi uretra, trauma jaringan, pembentukan edema,
iskemia seluler, inflamasi.
Intervensi:
a. Catat lokasi, lamanya intensitas, dan
penyebaran. Perhatikan tanda nonverbal.
Rasional: Membantu mengevaluasi tempat obstruksi
dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat
paha, genitalia.
b. Jelaskan
penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kestaff terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri.
Rasional: Memberikan kesempatan terhadap
pemberian analgesi sesuai waktu.
c. Berikan
tindakan nyaman, contoh pijatan punggung dan lingkungan istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi,
menurungkan tegangan otot dan meningkatkan koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas
berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan
membantu dalam relaksasi otot.
e. Dorong/bantu untuk ambulasi sering sesuai
indikasi dan tingkatkan masukan cairan 3-2 liter/hari dalam toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,
mencegah stasis urine, dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
f. Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya
nyeri abdomen.
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat
menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine kedalam area perirenal. Ini
membutuhkan kedaruratan bedah akut.
g. Berikan
obat anti nyeri.
Rasional: Untuk menurunkan rasa nyeri.
h. Berikan kompres hangat pada punggung.
Rasional: Menghilangkan tegangan otot dan apat
menurunkan refleks spasme.
2. Perubahan
eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi
ginjal atau ureteral.
Intervensi:
a. Awasi
pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.
Rasional: Memberikan informasi tentang
fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
b. Tentukan
pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional: Kalkulus dapat menyebabkan
eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
c. Dorong
meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional: Peningkatan hidrasi dapat
membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
d. Awasi
pemeriksaan laboratorium.
Rasional: Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit
mengindikasikan disfungsi ginjal.
Post-operasi
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Intervensi:
a. Kaji nyeri, lokasi, karakteristik,
intensitas.
Rasional: Berguna dalam pengawasan kefektifan
obat, kemajuan penyembuhan.
b. Dorong ambulasi dini.
Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
c. Berikan
tindakan nyaman, contoh pijatan punggung dan lingkungan istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi,
menurungkan tegangan otot dan meningkatkan koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas
berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan
membantu dalam relaksasi otot.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
sesuai indikasi.
Rasional: Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja
sama dengan intervensi terapi lain, contoh: ambulasi, batik.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasif.
Intervensi:
a. Monitor TTV, seperti penurunan TD,
penurunan nadi, demam dan takipnea.
Rasional: Tanda adanya syok septik, endotoksin
sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi, dan
rendahnya status curah jantung.
b. Catat perubahan status mental.
Rasional: Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis
dapat menyebabkan penyimpangan status mental.
c. Catat warna kulit, suhu, dan kelembapan.
Rasional: Hangat, kemerahan, kulit kering, adalah
tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat,
lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
d. Batasi pengunjung.
Rasional: Menurunkan resiko terpajan/menambah
infeksi sekunder pada pasien.
f. Lakukan perawatan luka dengan teknik
steril.
Rasional: Membantu mempercepat proses penyembuhan.
g. Kaji kondisi luka.
Rasional: Mengetahui keadaan luka apakah mengalami
tahap penyembuhan.
(Doenges,
1999)
XI.
Daftar
Pustaka
1. Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (Monica Ester,
et.al. Terj). Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan tahun 1993).
2. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapies.
3. Muttaqin, A. (2008). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Media.
4. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002).
Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth (Monica
Ester, et.al. Terj). Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan tahun 1996).
5. Sudoyo,
et.al. (2006). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.