Jumat, 05 Oktober 2012

Fraktur Femur

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ( KMB )
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

I.                   Diagnosa Medik     :  Fraktur Femur

II.                Defenisi
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddarth).


Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas pada tulang paha sebagai akibat sebuah cedera (Hinchliff, 2005)


III.             Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan, fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
   Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.


2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

3.  Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
 Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak      (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

IV.             Manifestasi klinis
1.      Nyeri 
Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma, hal ini dikarenakan adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.      Bengkak atau edema
 Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada     daerah fraktur dan extravasi daerah jaringan sekitarnya.
3.      Memar atau ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan sekitarnya.
4.      Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5.      Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
6.      Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan ysng terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
7.      Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.

8.      Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang keposisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9.      Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan yang hebat.
(Brunner dan Suddarth, 2001)

V.                Klasifikasi fraktur
1.      Patah tulang tertutup (patah tulang simplek)
Yaitu tulang yang patah tidak tampak dari luar, tulang keluar merobek daging sekitarnya. Keadaan ini berhadapan dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih pasif, komplikasi kecacatan lebih besar dan komplikasi infeksi lebih tinggi.
2.      Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk)
Yaitu tulang yang patah tampak dari luar karena telah menembus kulit dan mengalami robekan. Patah tulang terbuka lebih mudah terinfeksi.
3.      Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan)
Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakan sebuah tulang melawan tulang lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya tulang. Sering terjadi pada wanita usia lanjut yang tulang belakangnya menjadi rapuh karena osteoporosis.
4.      Patah tulang karena tergilas
Yaitu tenaga yang sangat hebat menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi beberapa pecahan tulang. Jika aliran darah kebagian tulang yang terkena mengalami gangguan maka penyembuhannya akan berjalan sangat lambat.
5.      Patah tulang avulsi
Disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.



6.      Patah tulang patologis
Terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mengalami patah tulang meskipun denga cedea ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali (Brunner danSuddarth, 2001)

VI.              Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi patah serta usia. Berikut ini beberapa tindakan yang bisa dilakukan sebagai pertolongan awal untuk menangani penderita fraktur :
1.      Kenali ciri awal patah tulang dengan memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena benturan, terjatuh, atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien fraktur.
2.      Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan usahakan untuk menghentikan perdarahan dengan dibebat dan ditekan menggunakan perban atau kain bersih.
3.      Lakukan reposisi (pengembalian tulang yang berubah keposisi semula), namun hal ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli atau yang sudah biasa melakukannya.
4.      Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua sisi tulang yang patah unutk menyangga agar posisinya tetap stabil.
5.      Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri (Mansjoer, 1999)

VII.           Komplikasi
1.       Malunion (tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya)
2.       Delayed union ( proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan   kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3.    Non union (tulang yang tidak menyambung kembali)
4.    Kekakuan sendi atau kontraktur, Tromboemboli syndrome
5.    Atrofi otot, Infeksi dan terjadinya dekubitus (Mansjoer, 1999)

VIII.       Pemeriksaan penunjang
1.         Pemeriksaan foto radiologi dari faktur untuk menentukan lokasi dan luasnya
2.         Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3.         Artography
4.         Arthroscopy
5.         Lamnograph
6.         Bone scanning
7.         MRI
8.         Arthrocentesis (Brunner dan Sudarth, 2001)


IX.             Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian
a.    Aktivitas atau istirahat
Tanda: kehilangan fungsi pada bagian yang terkena keterbatasan mobilitas.
b.   Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah), Tachikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang cidera cailary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena masa hematoma pada sisi cedera.
c.    Neurosensori
Tanda: kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan kelemahan, agitasi
d.   Kenyamanan
Tanda: nyeri tiba-tiba saat cidera spasme atau kram otot
e.    Keamanan laserasi kulit
Tanda: perdarahan, perubahan warna dan pembengkakan local (Doenges,1999)

2.      Diagnosa dan Intervensi
a.    Nyeri b/d terputusnya kontuinitas jaringan kulit, spasme otot, gerakan fragmen tulang.
Intervensi:
1)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah asalahan posisi tulang.
2)      Tinggikan  dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasional: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
3)      Tinggikan penggunaan sprei, pertrahankan linen terbuka padda ibu jari kaki
Rasional: mempertahankan kehangatan tubuh .
4)       Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteristik, intensitas
Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi
5)      Dorong klien mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
Rasional: membantu dan menurunkan ancietas
6)      Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif dan aktif
Rasional: mempertahankan kekuatan/ mobilitas otot yang sakit dan mempermudah resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
7)      Berikan alternative kenyamanan, seperti pijatan, perubahan posisi
Rasional: meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot
8)      Dorong penggunaan tehnik manajemen stress seperti tehnik nafas dalam, sentuhan teraupetik, imajinasi visualisasi
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dan dapat meningkatkan koping
9)      Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasanya atau tiba-tiba
Rasional: dapat menandakan adanya komplikasi
10)  Kolaborasi: Pemberian analgesic
Rasional; menurunkan nyeri

b.   Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler
Intervensi
1)      Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan
Rasinal: mengetahi keterbatasan fisik klien
2)      Bantu dalam rentang gerak pasif dan aktif
Rasional: meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot
3)      Dorong penggunaan latihan mulai dari tungkai yang sakit
Rasional: kontraksi otot tanpa menekul sendi atau menggerakkan tungkai dan mempertahankan kekuatan masa otot.
4)      Berikan papan kaki, bebat pergelangan tangan yang sesuai
Rasional: berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstremitas
5)      Letakkan dalam posisi telentang secara periodic bila mungkin , bila traksi digunakan untuk menstabilitaskan fraktur tungkai bawah.
Rasional: menurunkan resiko kontrakturfleksi panggul
6)      Bantu mobilisasi dengan kursi roda
Rasional: mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah  baring
7)      Awasi tanda-tanda vital
Rasional: hipotensi postural adalah masalah umum yamg menyertai tirah baring lama dan harus memerlukan intervensi
8)      Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk nafas dalam
Rasional: mencegah/ menurunkan komplikasi
9)      Auskultasi bising usus
Rasional: tirah baring,penggunaan analgesic dapat memperlambat peristaltic usus

c.    Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, terputusnya kontuinitas jaringan kulit.
Intervensi
1)      Kaji kerusakan kulit
Rasional: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
2)      Massase penonjolan tulang
Rasional: menurunkan tekanan pada area luka
3)      Penggunaan gips kering dan perawatan kulit
Rasional: mencegah penambahan kerusakan kulit
4)      Traksi kulit dan perawatan kulit
Rasional: mencegah kontaminasi pada luka
       (Doenges, 1999)



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medical bedah. Jakarta. EGC
Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
Hinchliff. (2005). Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer.(1999). Kapita selekta kedokeran. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar