LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ( KMB )
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
I.
Diagnosa Medik : Fraktur Femur
II.
Defenisi
Fraktur adalah
gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya tekanan yang
besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan
perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddarth).
Fraktur femur
adalah terputusnya kontuinitas pada tulang paha sebagai akibat sebuah cedera
(Hinchliff, 2005)
III.
Etiologi
Tulang bersifat
relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan, fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian
fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung, tulang dapat patah
pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta
kerusakan pada kulit.
2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau
tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti
halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini
paling sering ditemukan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada atlet,
penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur
patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur
dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang
tersebut sangat rapuh.
IV.
Manifestasi klinis
1.
Nyeri
Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri
dirasakan langsung setelah terjadi trauma, hal ini dikarenakan adanya spasme
otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.
Bengkak atau edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan
serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah jaringan sekitarnya.
3.
Memar atau ekimosis
Merupakan
perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan
sekitarnya.
4.
Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang
terjadi disekitar fraktur.
5.
Gangguan fungsi
Terjadi karena
ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
6.
Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan
ysng terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
7.
Krepitasi
Merupakan rasa
gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.
8.
Deformitas
Abnormalnya
posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang keposisi abnormal, akan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
9.
Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika
terjadi perdarahan yang hebat.
(Brunner dan Suddarth, 2001)
V.
Klasifikasi fraktur
1.
Patah tulang tertutup (patah tulang simplek)
Yaitu tulang yang
patah tidak tampak dari luar, tulang keluar merobek daging sekitarnya. Keadaan
ini berhadapan dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih pasif, komplikasi
kecacatan lebih besar dan komplikasi infeksi lebih tinggi.
2.
Patah tulang
terbuka (patah tulang majemuk)
Yaitu tulang yang patah tampak dari luar karena
telah menembus kulit dan mengalami robekan. Patah tulang terbuka lebih
mudah terinfeksi.
3.
Patah tulang
kompresi (patah tulang karena penekanan)
Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakan
sebuah tulang melawan tulang lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya
tulang. Sering terjadi pada wanita usia lanjut yang tulang belakangnya menjadi
rapuh karena osteoporosis.
4.
Patah tulang karena tergilas
Yaitu tenaga yang
sangat hebat menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi beberapa pecahan
tulang. Jika aliran darah kebagian tulang yang terkena mengalami gangguan maka
penyembuhannya akan berjalan sangat lambat.
5.
Patah tulang avulsi
Disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling sering
terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.
6.
Patah tulang patologis
Terjadi jika
sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan dapat mengalami patah tulang meskipun denga cedea
ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali (Brunner danSuddarth, 2001)
VI.
Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan
bentuk dan lokasi patah serta usia. Berikut ini beberapa tindakan yang bisa
dilakukan sebagai pertolongan awal untuk menangani penderita fraktur :
1.
Kenali ciri
awal patah tulang dengan memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh, atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
fraktur.
2.
Jika
ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan usahakan untuk
menghentikan perdarahan dengan dibebat dan ditekan menggunakan perban atau kain
bersih.
3.
Lakukan
reposisi (pengembalian tulang yang berubah keposisi semula), namun hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli atau
yang sudah biasa melakukannya.
4.
Pertahankan
daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua sisi tulang
yang patah unutk menyangga agar posisinya tetap stabil.
5.
Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri (Mansjoer,
1999)
VII.
Komplikasi
1.
Malunion (tulang
patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya)
2.
Delayed union (
proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
3.
Non union (tulang yang tidak menyambung
kembali)
4. Kekakuan sendi atau kontraktur, Tromboemboli
syndrome
5. Atrofi otot, Infeksi dan terjadinya
dekubitus (Mansjoer, 1999)
VIII.
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan
foto radiologi dari faktur untuk menentukan lokasi dan luasnya
2.
Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3.
Artography
4.
Arthroscopy
5.
Lamnograph
6.
Bone
scanning
7.
MRI
8.
Arthrocentesis
(Brunner dan Sudarth, 2001)
IX.
Asuhan keperawatan
1.
Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Tanda: kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
keterbatasan mobilitas.
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas),
hipotensi (respon terhadap kehilangan darah), Tachikardi, penurunan nadi pada
bagian distal yang cidera cailary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena
masa hematoma pada sisi cedera.
c.
Neurosensori
Tanda: kesemutan, deformitas, krepitasi,
pemendekan kelemahan, agitasi
d. Kenyamanan
Tanda: nyeri tiba-tiba saat cidera spasme
atau kram otot
e. Keamanan
laserasi kulit
Tanda: perdarahan, perubahan warna dan pembengkakan
local (Doenges,1999)
2.
Diagnosa dan Intervensi
a.
Nyeri
b/d terputusnya kontuinitas jaringan kulit, spasme otot, gerakan fragmen
tulang.
Intervensi:
1)
Pertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah asalahan
posisi tulang.
2)
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasional: meningkatkan aliran balik vena,
menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
3)
Tinggikan
penggunaan sprei, pertrahankan linen terbuka padda ibu jari kaki
Rasional: mempertahankan kehangatan tubuh .
4)
Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
karakteristik, intensitas
Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi
5)
Dorong
klien mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
Rasional: membantu dan menurunkan ancietas
6)
Lakukan
dan awasi latihan rentang gerak pasif dan aktif
Rasional: mempertahankan kekuatan/ mobilitas
otot yang sakit dan mempermudah resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
7)
Berikan
alternative kenyamanan, seperti pijatan, perubahan posisi
Rasional: meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot
8)
Dorong
penggunaan tehnik manajemen stress seperti tehnik nafas dalam, sentuhan
teraupetik, imajinasi visualisasi
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dan dapat
meningkatkan koping
9)
Selidiki
adanya keluhan nyeri yang tidak biasanya atau tiba-tiba
Rasional: dapat menandakan adanya komplikasi
10)
Kolaborasi:
Pemberian analgesic
Rasional; menurunkan nyeri
b.
Kerusakan
mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler
Intervensi
1)
Kaji
derajat imobilitas yang dihasilkan
Rasinal: mengetahi keterbatasan fisik klien
2)
Bantu
dalam rentang gerak pasif dan aktif
Rasional: meningkatkan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan tonus otot
3)
Dorong
penggunaan latihan mulai dari tungkai yang sakit
Rasional: kontraksi otot tanpa menekul sendi
atau menggerakkan tungkai dan mempertahankan kekuatan masa otot.
4)
Berikan
papan kaki, bebat pergelangan tangan yang sesuai
Rasional: berguna dalam mempertahankan posisi
fungsional ekstremitas
5)
Letakkan
dalam posisi telentang secara periodic bila mungkin , bila traksi digunakan
untuk menstabilitaskan fraktur tungkai bawah.
Rasional: menurunkan resiko kontrakturfleksi
panggul
6)
Bantu
mobilisasi dengan kursi roda
Rasional: mobilisasi dini menurunkan
komplikasi tirah baring
7)
Awasi
tanda-tanda vital
Rasional: hipotensi postural adalah masalah
umum yamg menyertai tirah baring lama dan harus memerlukan intervensi
8)
Ubah
posisi secara periodic dan dorong untuk nafas dalam
Rasional: mencegah/ menurunkan komplikasi
9)
Auskultasi
bising usus
Rasional: tirah baring,penggunaan analgesic
dapat memperlambat peristaltic usus
c.
Kerusakan
integritas kulit b/d fraktur terbuka, terputusnya kontuinitas jaringan kulit.
Intervensi
1) Kaji kerusakan kulit
Rasional: memberikan informasi tentang sirkulasi
kulit
2) Massase penonjolan tulang
Rasional: menurunkan tekanan pada area luka
3) Penggunaan gips kering dan perawatan kulit
Rasional: mencegah penambahan kerusakan kulit
4) Traksi kulit dan perawatan kulit
Rasional: mencegah kontaminasi pada luka
(Doenges, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan medical bedah. Jakarta. EGC
Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
Hinchliff. (2005). Kamus
Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer.(1999). Kapita selekta kedokeran. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar