A.
PENGERTIAN
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu yaitu kehamilan memanjang, kehamilan
lewat bulan, kehamilan posterm dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang dibedakan dengan sindrom pasca
maturitas dan merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis
setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan
lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir atau 280 hari setelah ovulasi.
Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara
langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. (Varney H., 2007)
B.
ETIOLOGI
Etiologi dari post term belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron
tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya
kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, jumlah air ketuban yang berkurang/ sedikit dan insufisiensi plasenta juga
diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi
absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
C. PROGNOSIS
Beberapa ahli menyatakan
kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas
neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun sekitar 18 % kehamilan akan
berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu tergantung populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi
sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika
TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak
dapat diandalkan, maka data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan
resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney H., 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar, R., 1998).
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar, R., 1998).
D.
TANDA DAN GEJALA
1. Berkurangnya
berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu)
2. Berkurangnya
ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
3. Terdapatnya
mekonium dalam cairan ketuban
4. Matangnya
tulang janin
E. PENGARUH TERHADAP IBU DAN JANIN
1.
Terhadap Ibu
Persalinan
postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, moulding kepala kurang. Maka akan sering
dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah
kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi yaitu berat badan janin dapat
bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu, terjadinya
asfiksia akibat makrosomia, aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia. Ada
pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil,
diagnosis tidak sukar.
2.
Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat
HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi
dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3.
Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai penulangan
pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid diameter
biparietal 9,8 atau lebih.
4.
USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan
jumlah air ketuban
5.
Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban,
menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
6.
Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung
janin, karena insufiensi plasenta
7.
Uji oksitosin (stress test), yaitu dengan infus tetes
oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata
reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
8.
Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dua prinsip
pemikiran:
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik/optimal.
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik/optimal.
Induksi persalinan harus diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian
dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk
wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dari 41 minggu dan taksiran
berat janin 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalinan meningkatkan resiko distress janin,
seksio sesaria, infeksi dan perdarahan. Kehamilan lebih bulan akan meningkatkan
resiko lahir mati, cairan bercampur mekonium, sindrom aspirasi mekonium pada
neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi
untuk induksi persalinan mencakup hal–hal:
a. Hasil uji janin meragukan
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
a. Hasil uji janin meragukan
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan
antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu:
a.
Kaji kembail TP Ibu sebagai titik tengah dalam kisaran
waktu 4 minggu ( 40+minggu)
b.
Kaji kembali bersama Ibu rencana penanganan kehamilan
lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati (>40 minggu)
c.
Uji kembali nonstress awal (Nonstress test,
NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan
berlanjut hingga persalinan.
d.
Lakukan pengukuran volume cairan amnion (Amniotic
fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu yang dimulai saat kehamilan berusia
41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
e.
Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan
usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
f.
Support system ditingkatkan baik dari keluarga
maupun perawat.
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Anamnesa
Tujuan anamnesa
adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan.
Informasi ini digunakan dalam proses menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan
rencana asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu
:
a.
Nama, umur, alamat
b.
Tanyakan HPHT
c.
Status obstetrik : G, P, A, H,
d.
Apa aktivitas Ibu di rumah
e.
Apakah janin aktif bergerak
f.
Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
-
Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya,
kemana dan dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
-
Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu
pernah menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
-
Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan
terdahulu/ sebelumnya
-
Berat badan ibu sebelum hamil dan
sewaktu hamil, berapa penambahan berat badan ibu.
2. Diagnosa Keperawatan
ü
Risiko
trauma maternal/gawat janin b.d. inadequate perfusi jaringan maternal-infant,
plasenta yang menua.
ü
Resiko Pola nafas tidak efektif pada
janin b.d. obstruksi jalan nafas, asfiksi, penurunan pertukaran gas janin.
ü
Resiko
infeksi pada janin b.d. mekonium yang bercampur dengan cairan ketuban
ü
Resiko
cedera b.d. bayi lahir besar, distosia bahu (jika persalinan normal)
ü
Gangguan
rasa nyaman: nyeri b.d. tindakan bedah (sectio cesarea)
ü Ansietas pada
Ibu b.d. proses kelahiran yang lama
Rencana Asuhan Keperawatan
no
|
tujuan
|
Intervensi
|
rasional
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan bebas dari
infeksi.
KH:
-
Tidak
ada menunjukkan tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, tumor, color, fongsiolaesa).
|
1.
lakukan
perawatan perineal setiap 4 jam (lebih sering bila ketuban sudah pecah),
gunakan teknik aseptis .
2.
catat
tanggal dan waktu pecah ketuban.
3.
lakukan
pemeriksaan dalam bila sangat perlu, dengan teknik aseptik.
4.
pantau
suhu nadi dan sel darah putih sesuai indikasi.
|
1.
membantu
meningkatkan kebersihan; mencegah terjadinya infeksi uterus dan kemungkinan
sepsis.
2.
dalam
4 jam setelah pecah ketuban, ibu dan janin menjadi rentan terhadap infeksi
dan kmungkinan sepsis.
3.
pemeriksaan
dalam berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial.
4.
peningkatan
suhu, nadi dan sel darah putih
menandakan infeksi.
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diaharapkan bebas dari
trauma yang dapat dicegah atau komplikasi lain.
KH:
-
tidak
terjadi cedera terhadap janin.
|
1.
kaji
posisi janin, station, dan presentasi.
2.
pantau
kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin.
3.
perhatikan
warna cairan amnion.
4.
tetap
bersama klien dan pantau upaya mendorong saat kepala keluar. Instruksikan
klien untuk nafas pendek dan cepat selama proses.
|
1.
presentasi
yang tidak tepat menunjukkan kemungkinan indikasi kelahiran cesaria.
2.
persalinan
yang tergesa-gesa meningkatkan resiko trauma kepala janin karena tulang
tengkorak tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyelaraskan dengan dimensi
jalan lahir.
3.
cairan
amnion yang mengandung mekonium, berwarna kehijauan, dapat menandakan
distress janin karena hipoksia karena kompresi saluran intestinal janin pada
presentasi bokong.
4.
menurunkan
kemungkinan trauma pada janin
|
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,
Lowdermilk. (2004). Buku ajar keperawatan
maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC
Cunningham,
F Gary. (1995). Obstetric Williams. Ed.18. Jakarta: EGC
Doenges,
M.E & Moorhouse, M.F. (1996). Rencana
perawatan maternal/bayi: pedoman untuk perencanan dan dokumentasi perawatan
klien. Jakarta: EGC
Mochtar,
R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Luxner, K. (1999). Maternal-infant nursing care
plans. Colorado: Skidmore-Roth.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4 vol 1. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar