Selasa, 02 Oktober 2012

POST TERM



A.    PENGERTIAN
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan  merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. (Varney H., 2007)


B.     ETIOLOGI
Etiologi dari post term belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,  jumlah air ketuban yang berkurang/ sedikit dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

C.     PROGNOSIS    
Beberapa ahli  menyatakan kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun sekitar 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu tergantung  populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan, maka data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney H., 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar, R., 1998).

D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu)
2.      Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
3.      Terdapatnya mekonium dalam cairan ketuban
4.      Matangnya tulang janin

E.     PENGARUH TERHADAP IBU DAN JANIN
1.         Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena  aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar,  moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi yaitu berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu, terjadinya asfiksia akibat makrosomia, aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2.    Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3.    Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4.    USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban
5.    Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
6.    Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plasenta
7.    Uji oksitosin (stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
8.    Pemeriksaan kadar estriol dalam urin

G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Dua prinsip pemikiran:
1.  Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan       pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya     melebihi 42 minggu dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik/optimal.
    
Induksi persalinan harus diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dari 41 minggu dan taksiran berat janin 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalinan meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan. Kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur mekonium, sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal–hal:
a. Hasil uji janin meragukan
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.

Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu:
a.    Kaji kembail TP Ibu sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
b.    Kaji kembali bersama Ibu rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati (>40 minggu)
c.    Uji kembali nonstress awal (Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
d.   Lakukan pengukuran volume cairan amnion (Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
e.    Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
f.     Support system ditingkatkan baik dari keluarga maupun perawat.

H.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
       Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu :
a.              Nama, umur, alamat
b.              Tanyakan HPHT
c.              Status obstetrik : G, P, A, H,
d.             Apa aktivitas Ibu di rumah
e.              Apakah janin aktif bergerak
f.               Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
-          Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya, kemana dan dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
-          Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
-          Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/ sebelumnya
-          Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa penambahan berat badan ibu.

2. Diagnosa Keperawatan
ü            Risiko trauma maternal/gawat janin b.d. inadequate perfusi jaringan maternal-infant, plasenta yang menua.
ü            Resiko Pola nafas tidak efektif pada janin b.d. obstruksi jalan nafas, asfiksi, penurunan pertukaran gas janin.
ü            Resiko infeksi pada janin b.d. mekonium yang bercampur dengan cairan ketuban
ü            Resiko cedera b.d. bayi lahir besar, distosia bahu (jika persalinan normal)
ü            Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d. tindakan bedah (sectio cesarea)
ü            Ansietas pada Ibu b.d. proses kelahiran yang lama








Rencana Asuhan Keperawatan


no
tujuan
Intervensi
rasional
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan bebas dari infeksi.
KH:
-       Tidak ada menunjukkan tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, tumor, color, fongsiolaesa).

1.   lakukan perawatan perineal setiap 4 jam (lebih sering bila ketuban sudah pecah), gunakan teknik aseptis .
2.   catat tanggal dan waktu pecah ketuban.


3.   lakukan pemeriksaan dalam bila sangat perlu, dengan teknik aseptik.

4.   pantau suhu nadi dan sel darah putih sesuai indikasi.
1.       membantu meningkatkan kebersihan; mencegah terjadinya infeksi uterus dan kemungkinan sepsis.

2.       dalam 4 jam setelah pecah ketuban, ibu dan janin menjadi rentan terhadap infeksi dan kmungkinan sepsis.
3.       pemeriksaan dalam berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial.
4.       peningkatan suhu, nadi  dan sel darah putih menandakan infeksi.
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diaharapkan bebas dari trauma yang dapat dicegah atau komplikasi lain.
KH:
-       tidak terjadi cedera terhadap janin.
1.       kaji posisi janin, station, dan presentasi.

2.       pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin.




3.       perhatikan warna cairan amnion.



4.       tetap bersama klien dan pantau upaya mendorong saat kepala keluar. Instruksikan klien untuk nafas pendek dan cepat selama proses.
1.       presentasi yang tidak tepat menunjukkan kemungkinan indikasi kelahiran cesaria.
2.       persalinan yang tergesa-gesa meningkatkan resiko trauma kepala janin karena tulang tengkorak tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyelaraskan dengan dimensi jalan lahir.
3.       cairan amnion yang mengandung mekonium, berwarna kehijauan, dapat menandakan distress janin karena hipoksia karena kompresi saluran intestinal janin pada presentasi bokong.
4.       menurunkan kemungkinan trauma pada janin


















DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC

Cunningham, F Gary. (1995). Obstetric Williams.  Ed.18. Jakarta: EGC

Doenges, M.E & Moorhouse, M.F. (1996). Rencana perawatan maternal/bayi: pedoman untuk perencanan dan dokumentasi perawatan klien. Jakarta: EGC

Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Luxner, K. (1999). Maternal-infant nursing care plans. Colorado: Skidmore-Roth.

Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4 vol 1. Jakarta: EGC
 


           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar