Selasa, 02 Oktober 2012

TRAUMA ABDOMEN




A.    Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

B.     Etiologi dan klasifikasi
1.      Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2.      Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
C.     Tanda dan gejala
1.       Laserasi, memar,ekimosis
2.      Hipotensi
3.      Tidak adanya bising usus
4.      Hemoperitoneum
5.      Mual dan muntah
6.      Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis),
7.      Nyeri
8.      Pendarahan
9.      Penurunan kesadaran
10.  Sesak
11.  Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12.  Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13.  Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan retroperitoneal
14.  Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis
15.  Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe (Scheets, 2002 :  277-278)
D.    Patofisiologi
      Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1.      Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2.      Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3.      Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

E.     Komplikasi
1.       Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2.      Lambat : infeksi
F.      Pemeriksaan diagnostik
1.      Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2.      Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
3.      Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus
4.      Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.      VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6.      Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

Pemeriksaan khusus
1.      Abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.      Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3.      Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
G.    Penanganan Awal
      Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1.      Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2.      Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3.      Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas
4.      trauma non penetrasi (trauma tumpul)
a.       Stop makanan dan minuman
b.      Imobilisasi
c.       Kirim kerumah sakit.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
           Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
                                                            1)      Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
                                                            2)      Trauma pada bagian bawah dari dada
                                                            3)      Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
                                                            4)      Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
                                                            5)      Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
                                                            6)      Patah tulang pelvis
            Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi

Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
a)      Hamil
b)       Pernah operasi abdominal
c)      Operator tidak berpengalaman
d)      Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
5.      Penetrasi (trauma tajam)
d.      Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
e.       Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
f.       Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
g.      Imobilisasi pasien
h.      Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
i.         Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
j.        Kirim ke rumah sakit
H.    Manajemen Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
a.      Trauma Tembus abdomen
                                                            1)      Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
                                                            2)       Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
                                                            3)      Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
                                                            4)      Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
                                                            5)      Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
                                                            6)      Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
b.      Trauma tumpul abdomen
1)      Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut
a)      Metode cedera.
b)      Waktu awitan gejala.
c)      Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d)     Waktu makan atau minum terakhir.
e)      Kecenderungan perdarahan.
f)        Penyakit danmedikasi terbaru.
g)      Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h)      Alergi.
2)      Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
I.       Penatalaksanaan kedaruratan
1.       Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi
2.       Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi massif
3.       Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
4.      Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
5.       Gunting baju dari luka.
6.      Hitung jumlah luka.
7.      Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
8.       Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
9.      Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a.       Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b.      Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
c.       Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d.      Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
10    Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
11    Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a.       Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b.      Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah
12.  Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
13.  Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
14.  Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
15.  Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
a.       Jahitan dilakukan disekeliling luka
b.      Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c.        Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
16.  Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
17.  Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
18.  Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria
J.       Diagnosa keperawatan
1.      Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar
2.      Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. (Doenges, 2000)
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional: mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
Rasional: keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
Rasional: teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
Rasional: mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
Rasional lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien





















DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thinking for Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders
Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar