A.
Definisi
Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma
adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat,
1997).
Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
B. Etiologi
dan klasifikasi
1. Trauma
tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma
tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
C. Tanda
dan gejala
1. Laserasi,
memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak
adanya bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual
dan muntah
6. Adanya
tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri
karotis),
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan
kesadaran
10. Sesak
11. Tanda
Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda
ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda
Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda
Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal
14. Tanda
coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis
15. Tanda
balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika
dilakukan perkusi pada hematoma limfe (Scheets, 2002 : 277-278)
D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal
dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan
tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan
dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat
benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan
yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastisitas
dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk
kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan
untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah
posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi
cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal
yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau
sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur
dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal
antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding
thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi
secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. Komplikasi
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
F.
Pemeriksaan diagnostik
1. Foto
thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan
darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila
terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads
hepar.
3. Plain
abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus
4. Pemeriksaan
urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
5. VP
(Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostic
Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus
dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Pemeriksaan
khusus
1. Abdominal paracentesis Merupakan
pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl
yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl
0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.
Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada
akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3.
Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
G. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan
masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway,
dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing,
dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan
Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas
4. trauma
non penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop
makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim
kerumah sakit.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
1)
Nyeri abdomen yang tidak bisa
diterangkan sebabnya
2)
Trauma pada bagian bawah dari dada
3)
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan
yang jelas
4)
Pasien cidera abdominal dengan gangguan
kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5)
Pasien cedera abdominalis dan cidera
bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
6)
Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui
anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma
non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah
hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma
tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic
Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB.
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³
dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan
indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur
laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator
tidak berpengalaman
d) Bila
hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
5. Penetrasi
(trauma tajam)
d. Bila
terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
e. Penanganannya
bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah
antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
f. Bila
ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
g. Imobilisasi
pasien
h. Tidak
dianjurkan memberi makan dan minum
i.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut
luka dengan menekang.
j.
Kirim ke rumah sakit
H. Manajemen
Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
a. Trauma
Tembus abdomen
1)
Dapatkan riwayat
mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
2)
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya
: cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
3)
Auskultasi
ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ;
jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
4)
Kaji pasien
untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan
otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
5)
Kaji cedera dada
yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
6)
Catat semua
tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
b. Trauma
tumpul abdomen
1) Dapatkan
riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau
salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut
a) Metode
cedera.
b) Waktu
awitan gejala.
c) Lokasi
penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau
hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu
makan atau minum terakhir.
e) Kecenderungan
perdarahan.
f) Penyakit danmedikasi terbaru.
g) Riwayat
immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h) Alergi.
2) Lakukan
pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang
mengancam kehidupan.
I. Penatalaksanaan
kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan
napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu
papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah
besar dan menimbulkan hemoragi massif
3. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan
pernapasan serta sistem saraf.
4. Jika
pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
5. Gunting baju dari luka.
6. Hitung
jumlah luka.
7. Tentukan
lokasi luka masuk dan keluar.
8. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi
sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
9. Kontrol
perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a. Berikan
kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b. Pasang
kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
c. Perhatikan
kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d. Dokter
dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
10 Aspirasi
lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
11 Tutupi
visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah nkekeringan visera.
a. Fleksikan
lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b. Tunda
pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah
12. Pasang
kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
13. Pertahankan
lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status
neurologik.
14. Siapkan
untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
15. Siapkan
sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka
tusuk.
a. Jahitan
dilakukan disekeliling luka
b. Kateter
kecil dimasukkan ke dalam luka.
c. Agens kontras dimasukkan melalui kateter ;
sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
16. Berikan
profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
17. Berikan
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan
pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
18. Siapkan
pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria
J. Diagnosa
keperawatan
1. Defisit
Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar
2. Nyeri
berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. (Doenges,
2000)
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional: mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
Rasional: keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
Rasional: teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional: mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
Rasional: keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
Rasional: teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas
berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
Rasional: mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
Rasional lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
Rasional: mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
Rasional lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3,
Jakarta: EGC
Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran
.Jakarta :EGC
Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006.
Medical Surgical Nursing Critical Thinking for Collaborative Care. USA :
Elsevier Saunders
Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar
Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner &
Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar