Selasa, 02 Oktober 2012

TRAUMA THORAK




A.    DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada dada dapat mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diagfragma atau organ-organ dalam mediastinum.
Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu, cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa, hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma) menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas dinding dada.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
B.     ETIOLOGI
1.      Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
2.      penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3.      penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4.      Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5.      Tusukan paru dengan prosedur invasif.
6.      Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
7.      Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8.      Fraktur tulang iga
9.      Tindakan medis (operasi)
10.  Pukulan daerah torak

C.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2.      Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3.      Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4.      Dyspnea, takipnea
5.      Takikardi
6.      Tekanan darah menurun.
7.      Gelisah dan agitasi
8.      Kemungkinan cyanosis.
9.      Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10.  Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11.  Ada jejas pada thorak
12.  Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
13.  Bunyi muffle pada jantung
14.  Perfusi jaringan tidak adekuat
15.  Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

D.    PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan ->  Trauma dada ->1. Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.

E.     KLASIFIKASI
1.   Trauma Tembus
a.       Pneumothoraks terbuka
b.      Hemothoraks
c.       Trauma tracheobronkial
d.      Contusio Paru
e.       Ruptur diafragma
f.       Trauma Mediastinal
2.   Trauma Tumpul
a.       Tension pneumothoraks
b.      Trauma tracheobronkhial
c.       Flail Chest
d.      Ruptur diafragma
e.       Trauma mediastinal
f.       Fraktur kosta
F.     KOMPLIKASI
1.       Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2.      Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3.      Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4.      Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5.       Esofagus : mediastinitis.
6.      Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal / menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
H.    PENATALAKSANAAN
1.      Darurat
a.        Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian. yang ditanyakan :
- Waktu kejadian
- Tempat kejadian
- Jenis senjata
- Arah masuk keluar perlukaan
- Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
b.      Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
c.       Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
d.      Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
e.       Pemeriksaan tekanan darah.
f.       Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
g.      Pemeriksan kesadaran.
h.      Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
i.        Kalau keadaan gawat pungsi.
j.        Kalau perlu intubasi napas bantuan.
k.      Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
l.        Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
m.    Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).
2.      Therapy
a.       Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b.      WSD (hematotoraks).
c.       Pungsi.
d.      Torakotomi.
e.       Pemberian oksigen.


I.       PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.       Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.      Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c.        Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.      Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.       Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f.       Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.      Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
h.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
a.       Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
b.      Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c.       Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
1)      Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R:  Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2)      Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3)      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R:  Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4)      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
5)      Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6)      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
(1)   Pemberian antibiotika.
(2)       Pemberian analgetika.
(3)       Fisioterapi dada.
(4)      Konsul photo toraks.
R:  Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan batuk yang efektif.
b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
c. Klien nyaman.
Intervensi :
1)      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2)      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R: Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3)      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4)      Lakukan pernapasan diafragma.
R: Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
5)      Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6)      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7)      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R;  Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8)      Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R:  Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9)      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)  Pemberian expectoran.
2) Pemberian antibiotika.
3) Fisioterapi dada.
4)Konsul photo toraks.
R: Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1)      Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2)      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3)      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R;  Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4)      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
5)      Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6)      Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7)      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4.       Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Penampilan yang seimbang..
b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
   0 = mandiri penuh
   1 = memerlukan alat Bantu.
   2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
   3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
   4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1)      Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2)      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R:  Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3)      Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R: Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4)      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R: Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5)      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R:  Sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5.      Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
a.  Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1)      Pantau tanda-tanda vital.
R: Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2)      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R: Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3)      Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R: untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4)      Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R: Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5)      Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R: Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

K.    EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1. Pola pernapasan efektive.
2. Jalan napas lancar/normal
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6. Infeksi tidak terjadi / terkontrol



DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar