A. DEFINISI
Trauma adalah
cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab
kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan
alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas
rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai
tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik
oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system
pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama yang paling sering terjadi pada
bagian emergency. Cidera pada dada dapat mengenai tulang-tulang sangkar dada,
pleura dan paru-paru, diagfragma atau organ-organ dalam mediastinum.
Cidera pada dada secara luas
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu, cidera penetrasi dan tumpul.
Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa, hemotoraks, cidera
trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma) menggangu intergritas
dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan intratoraks. Cidera
tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cidera
trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur
rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas
dinding dada.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan
kendaraan bermotor missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul
pada dada atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi.
Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
B. ETIOLOGI
1.
Tension pneumothorak-trauma dada pada
selang dada
2.
penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan
3.
penggunaan balutan tekan pada luka dada
tanpa pelonggaran balutan.
4.
Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru
oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai
sequele dari PPOM.
5.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
6.
Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat
kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
7.
Pneumothorak terbuka akibat kekerasan
(tikaman atau luka tembak)
8.
Fraktur tulang iga
9.
Tindakan medis (operasi)
10. Pukulan daerah
torak
C.
MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri pada
tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan
lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan
dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea,
takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah
menurun.
7. Gelisah dan
agitasi
8. Kemungkinan
cyanosis.
9. Batuk
mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani
pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan
tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah
sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada
tamponade jantung.
D.
PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1. Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1. Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.
E. KLASIFIKASI
1. Trauma
Tembus
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma
Tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
F.
KOMPLIKASI
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan
kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura,
paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3. Jantung
: tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
4. Pembuluh
darah besar : hematothoraks.
5. Esofagus : mediastinitis.
6. Diafragma
: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal / menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal / menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
H.
PENATALAKSANAAN
1. Darurat
a. Anamnesa yang lengkap dan
cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian. yang
ditanyakan :
- Waktu kejadian
- Tempat kejadian
- Jenis senjata
- Arah masuk keluar perlukaan
- Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
- Waktu kejadian
- Tempat kejadian
- Jenis senjata
- Arah masuk keluar perlukaan
- Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
b. Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
c. Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
d. Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
e. Pemeriksaan tekanan darah.
f. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
g. Pemeriksan kesadaran.
h. Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
i.
Kalau keadaan gawat pungsi.
j.
Kalau perlu intubasi napas
bantuan.
k.
Kalau keadaan gawat
darurat, kalau perlu massage jantung.
l.
Kalau perlu torakotomi massage
jantung internal.
m. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik
(Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).
2. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e.
Pemberian oksigen.
I.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
h.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
J.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan
dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektive.
b. Mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Intervensi :
1) Berikan
posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
R: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2) Obsservasi
fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
R: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan
pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4)
Jelaskan
pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
5) Pertahankan
perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
R: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
R: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6) Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
a) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
(1) Pemberian
antibiotika.
(2) Pemberian analgetika.
(3) Fisioterapi dada.
(4) Konsul
photo toraks.
R: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
2. Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan batuk yang efektif.
b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
c. Klien nyaman.
Intervensi :
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan batuk yang efektif.
b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
c. Klien nyaman.
Intervensi :
1) Jelaskan
klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2) Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R: Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
R: Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3) Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
R: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4) Lakukan
pernapasan diafragma.
R: Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
R: Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
5) Lakukan
napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
R: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6) Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
R: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7) Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R; Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
R; Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8) Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R: Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
R: Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9) Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian expectoran.
2) Pemberian antibiotika.
3) Fisioterapi dada.
4)Konsul photo toraks.
R: Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian expectoran.
2) Pemberian antibiotika.
3) Fisioterapi dada.
4)Konsul photo toraks.
R: Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan
kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Jelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
R: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2) Ajarkan
Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
R: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3) Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
R; Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
R; Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4) Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
5) Tingkatkan
pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
R: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6) Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
R: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
R: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7) Observasi
tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Penampilan yang seimbang..
b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Penampilan yang seimbang..
b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk
bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan
alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
R: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan
tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R: Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
R: Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R: Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
R: Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan
dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R: Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
R: Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R: Sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
R: Sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko
terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Pantau
tanda-tanda vital.
R: Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
R: Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik.
R: Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
R: Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3) Lakukan
perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R: untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
R: untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika
ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R: Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
R: Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5)
Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.
R: Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
R: Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
K.
EVALUASI
Evaluasi
adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1. Pola pernapasan efektive.
2. Jalan napas lancar/normal
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1. Pola pernapasan efektive.
2. Jalan napas lancar/normal
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono,
1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker,
Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland,
W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta
Mowschenson,
Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara :
Jakarta.
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC
: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar