Selasa, 28 Januari 2014

ASKEP PERITONITIS


I.            Diagnosa medik:
Peritonitis

II.         Definisi:
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Peritoneum adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera (Smeltzer & Bare, 2002).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson, 2006).


III.      Etiologi:
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1.           Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2.           Penyakit radang panggul pada wanita 
3.           Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4.           Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
5.           Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6.           Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.  Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7.           Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
8.           Trauma abdomen baik yang tumpul maupun tajam hingga menyebabkan perforasi, perdarahan organ abdomen (Medicastore,

IV.      Patofisiologi
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum :1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis;         2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan; 3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen;            4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi
Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong  pus (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa dan semakin lama menjadi sumbatan atau mengakibatkan obstuksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Tertahannya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus menjadi asites, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat pernapasan penuh dan menjadi sulit akibatnya menimbulkan penurunan perfusi.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque penyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen (trauma tembus dan trauma tumpul) dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia prosesnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila dibagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.

Bila bakteri yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. (WOC terlampir).



V.          Pemeriksaan Fisik        :
Pada klien yang mengalami peritonitis, dari hasil pemeriksaan fisik dengan fokus pada sistem gastrointestinal tersebut diperoleh tanda-tanda klinis yang tampak pada klien sebagai manifestasi adanya gangguan sistem gastrointestinal adalah sebagai berikut :
1.           Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
2.           Demam
3.           Distensi abdomen
4.           Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
5.           Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
6.           Nausea
7.           Vomiting
8.           Penurunan peristaltik

VI.       Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang
1.           Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien dengan peritonitis adalah :
a.            Darah. Diperoleh perubahan dari nilai normal, seperti :
1)           Leukositosis
2)           Hemoglobin mungkin rendah bila terjadi perdarahan
3)           Hematokrit meningkat
4)           Asidosis metabolik
b.           Cairan peritoneal, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika.
2.           Pemeriksaan Penunjang
a.            X-Ray
Foto polos abdomen dengan 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1)           Udara (pada kasus perforasi)
2)           Kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi
b.           CT Abdomen. Menunjukkan adanya pembentukan abses

VII.    Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
A.         Pre Operasi
1.           Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
2.           Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan tidak mampu dalam mencerna makanan
3.           Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan dilakukan
B.          Post Operatif
1.           Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit akibat insisi (pembedahan)
2.           Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi

VIII. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian dan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, maka rencana intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
A. Pre Operatif
1.           Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam



Rencana Intervensi :
           Rencana tindakan
Rasional

1.    Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan karakteristik nyeri









2.    Monitor TTV: TD, N, RR, S




3.    Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi napas dalam

4.    Ciptakan lingkungan yang tenang



5.    Kolaborasi, pemberian analgesik; morfin, metadon.

·      Merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien atau identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intensitas yang cocok untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

·      Untuk mengetahui adanya komplikasi lebih lanjut sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya

·      Merupakan ketegangan otot yang dapat merangsang timbulnya nyeri

·      Menurunkan stimulus yang berlebihan yang dapat menurunkan nyeri.

·      Membantu menghilangkan nyeri, meningkat kenyamanan.


2.           Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi tubuh adekuat.
KH:
- BB dalam batas ideal
- Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi secara adekuat, mempertahankan jalan nafas pasien.



Rencana Intervensi :
           Rencana tindakan
Rasional

1.    Ukur masukan diit harian dengan jumlah kalori.

2.    Timbang berat badan sesuai indikasi dan bandingakan dengan perubahan status cairan dan riwayat badan





3.    Bantu dan dorong pasien untuk makan dan jelaskan manfaat diit.

4.    Berikan makanan sedikit tapi sering




5.    Berikan tambahan garam bila diizinkan; hindari yang mengandung ammonium.

6.    Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.



7.    Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan khususnya sebelum makan


8.    Anjurkan menghentikan merokok.


9.    Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diit tinggi kalori dan karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang, batasi cairan bila perlu

10.              Berikan makanan dengan selang, hiperalimentasi sesuai indikasi





11.              Berikan obat sesuai indikasi (tambahan vitamin, zat besi, asam folat, enzim pencernaan, antiemetik)


·      Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi

·      Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.

·      Diit yang tepat penting untuk penyembuhan

·      Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra-abdomen/asites

·      Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan

·      Pasien cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia

·      Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler

·      Untuk menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan risiko iritasi

·      Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi yang siap pakai

·      Mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila pasien terlalu mual atau anoreksia untuk makan atau varises esofagus mempengaruhi masukan oral.

·      Pasien kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya.

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan dilakukan
Rencana Intervensi :
           Rencana tindakan
Rasional

1.    Kaji tingkat ansietas klien


2.    Berikan informasi yang akurat dan jujur

3.    Identifikasi sumber/orang yang menolong


4.    Jadwalkan istirahat adekuat


·      Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri

·      Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan

·      Memberikan kenyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam   menghadapi  masalah

·      Membatasi kelemahan dan dapat meningkatkan kemampuan koping


B.Post Operatif
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit akibat insisi
Rencana Intervensi :
           Rencana tindakan
Rasional

1.    Kaji nyeri klien (intensitas, durasi, lokasi)

2.    Beri klien posisi yang nyaman


3.    Teliti keluhan klien mengenai munculnya kembali nyeri

4.    Dorong klienmenggunakan teknik relaksasi, seperti latihan nafas dalam, distraksi

5.    Pertahankan puasa/penghisapan pada awal


6.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik (ketorolac) 2 x 1 amp

·      Nyeri merupakan cerminan sensasi setelah dekompresi saraf

·      Posisi disesuaikan dengan keluhan fisiologis

·      Sebagai tanda adanya komplikasi


·      Memusatkan perhatian, dapat meningkatkan koping


·      Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster

·      pemberian obat analgetik ditujukan dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri.


2.           Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
Rasional

1.    Observasi frekuensi /kedalaman pernafasan

2.    Auskultasi bunyi nafas


3.    Bantu pasien untuk nafas dalma secara periodik


4.    Tinggikan kepala tempat tidur


·      Nafas dangkal mengakibatkan hipoventilasi/atelektasis

·      Area yang menurunkan /tak ada bunyi nafas diduga atelektasis

·      Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi serta pengeluaran sekret

·      Memudahkan ekspansi paru








IX.       Daftar Pustaka
Anonim. (2009). Peritonitis (radang selaput rongga perut), diperoleh dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=497 tanggal 8 MEI 2010

Doenges. (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi. Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC

Swearingen. (2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC












X.     
1.           Infeksi bakteri
a.            Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b.           Appendisitis yang meradang dan perforasi
c.            Tukak peptik (lambung / dudenum)
d.           Tukak thypoid
e.            Tukak disentri amuba / colitis
f.            Tukak pada tumor
g.           Salpingitis
h.           Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2.           Secara langsung dari luar.
a.                             Operasi yang tidak steril
b.            Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
c.             Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d.            Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pneumokokus.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar