I.
Diagnosa medik:
Peritonitis
II.
Definisi:
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh
infeksi. Peritoneum adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Smeltzer & Bare, 2002).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan
aliran limpa berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam (Price & Wilson, 2006).
III. Etiologi:
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1.
Penyebaran
infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2.
Penyakit
radang panggul pada wanita
3.
Infeksi
dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4.
Kelainan
hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5.
Peritonitis
dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6.
Dialisa
peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa
saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7.
Iritasi
tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
8.
Trauma
abdomen baik yang tumpul maupun tajam hingga menyebabkan perforasi, perdarahan
organ abdomen (Medicastore,
IV. Patofisiologi
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang
berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini
disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong
tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam
rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah
depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan
lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum :1. Menutupi
sebagian dari organ abdomen dan pelvis;
2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan; 3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan
hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen; 4. Tempat kelenjar limfe dan
pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi
Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong pus
(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa
dan semakin lama menjadi sumbatan atau mengakibatkan obstuksi usus. Sumbatan
yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya
gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat
bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Tertahannya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus menjadi asites, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat pernapasan penuh dan menjadi sulit akibatnya menimbulkan penurunan perfusi.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Tertahannya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus menjadi asites, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat pernapasan penuh dan menjadi sulit akibatnya menimbulkan penurunan perfusi.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus
halus dan mencapai jaringan limfoid plaque penyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertropi di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala,
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang
mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di
daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri
seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini
disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan
perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen (trauma tembus dan trauma tumpul) dapat mengakibatkan
peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ
berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon
yang berisi feses. Rangsangan kimia prosesnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka
akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala
peritonitis hebat sedangkan bila dibagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak
terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak
baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
Bila bakteri yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi
dan oliguria. (WOC terlampir).
V.
Pemeriksaan Fisik :
Pada
klien yang mengalami peritonitis, dari hasil pemeriksaan fisik dengan fokus
pada sistem gastrointestinal tersebut diperoleh tanda-tanda klinis yang tampak
pada klien sebagai manifestasi adanya gangguan sistem gastrointestinal adalah
sebagai berikut :
1.
Syok
(neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
2.
Demam
3.
Distensi
abdomen
4.
Nyeri
tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
5.
Bising
usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.
6.
Nausea
7.
Vomiting
8.
Penurunan
peristaltik
VI. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan pada pasien dengan peritonitis adalah :
a.
Darah.
Diperoleh perubahan dari
nilai normal, seperti :
1)
Leukositosis
2)
Hemoglobin
mungkin rendah bila terjadi perdarahan
3)
Hematokrit
meningkat
4)
Asidosis
metabolik
b.
Cairan
peritoneal, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya
terhadap berbagai antibiotika.
2.
Pemeriksaan Penunjang
a.
X-Ray
Foto polos abdomen dengan 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan :
1)
Udara
(pada kasus perforasi)
2)
Kadar
cairan serta lengkung usus yang terdistensi
b.
CT
Abdomen. Menunjukkan adanya pembentukan abses
VII. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
Berdasarkan data yang
dikumpulkan dari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul adalah sebagai berikut :
A.
Pre
Operasi
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
2.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan tidak mampu dalam mencerna makanan
3.
Ansietas
b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan
dilakukan
B.
Post
Operatif
1.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit
akibat insisi (pembedahan)
2.
Resiko
tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
VIII. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Berdasarkan
data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian dan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, maka rencana intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
A. Pre
Operatif
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
napas dalam
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji
tingkat nyeri, catat intensitas, dan karakteristik nyeri
2.
Monitor
TTV: TD, N, RR, S
3.
Ajarkan
teknis distraksi dan relaksasi napas dalam
4.
Ciptakan
lingkungan yang tenang
5.
Kolaborasi,
pemberian analgesik; morfin, metadon.
|
·
Merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien atau
identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan dengan kondisi
penyakitnya serta merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intensitas yang cocok untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
·
Untuk mengetahui adanya komplikasi lebih lanjut sehingga dapat
ditentukan tindakan selanjutnya
·
Merupakan ketegangan otot yang dapat merangsang timbulnya nyeri
·
Menurunkan stimulus yang berlebihan yang dapat menurunkan nyeri.
·
Membantu
menghilangkan nyeri, meningkat kenyamanan.
|
2.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24
jam nutrisi tubuh adekuat.
KH:
- BB dalam batas ideal
- Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan
nutrisi secara adekuat, mempertahankan jalan nafas pasien.
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Ukur
masukan diit harian dengan jumlah kalori.
2.
Timbang
berat badan sesuai indikasi dan bandingakan dengan perubahan status cairan
dan riwayat badan
3.
Bantu
dan dorong pasien untuk makan dan jelaskan manfaat diit.
4.
Berikan
makanan sedikit tapi sering
5.
Berikan
tambahan garam bila diizinkan; hindari yang mengandung ammonium.
6.
Berikan
perawatan mulut sering dan sebelum makan.
7.
Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan khususnya sebelum makan
8.
Anjurkan
menghentikan merokok.
9.
Konsul
dengan ahli gizi untuk memberikan diit tinggi kalori dan karbohidrat
sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang, batasi cairan bila perlu
10.
Berikan
makanan dengan selang, hiperalimentasi sesuai indikasi
11.
Berikan
obat sesuai indikasi (tambahan vitamin, zat besi, asam folat, enzim
pencernaan, antiemetik)
|
·
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi
·
Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator
langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam
mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.
·
Diit
yang tepat penting untuk penyembuhan
·
Buruknya
toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra-abdomen/asites
·
Tambahan
garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan
·
Pasien
cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada
mulut dimana menambah anoreksia
·
Penyimpanan
energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi
seluler
·
Untuk
menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan risiko iritasi
·
Makanan
tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat
memberikan energi yang siap pakai
·
Mungkin
diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila pasien terlalu
mual atau anoreksia untuk makan atau varises esofagus mempengaruhi masukan
oral.
·
Pasien kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya.
|
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan,
prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan dilakukan
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji
tingkat ansietas klien
2.
Berikan
informasi yang akurat dan jujur
3.
Identifikasi
sumber/orang yang menolong
4.
Jadwalkan
istirahat adekuat
|
·
Faktor
ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri
·
Menurunkan
ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan
·
Memberikan
kenyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah
·
Membatasi
kelemahan dan dapat meningkatkan kemampuan koping
|
B.Post
Operatif
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit akibat insisi
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji
nyeri klien (intensitas, durasi, lokasi)
2.
Beri
klien posisi yang nyaman
3.
Teliti
keluhan klien mengenai munculnya kembali nyeri
4.
Dorong
klienmenggunakan teknik relaksasi, seperti latihan nafas dalam, distraksi
5.
Pertahankan
puasa/penghisapan pada awal
6.
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik (ketorolac) 2 x 1 amp
|
·
Nyeri
merupakan cerminan sensasi setelah dekompresi saraf
·
Posisi
disesuaikan dengan keluhan fisiologis
·
Sebagai
tanda adanya komplikasi
·
Memusatkan
perhatian, dapat meningkatkan koping
·
Menurunkan
ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster
·
pemberian
obat analgetik ditujukan dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri.
|
2.
Resiko
tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi
Rencana Intervensi :
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Observasi
frekuensi /kedalaman pernafasan
2.
Auskultasi
bunyi nafas
3.
Bantu
pasien untuk nafas dalma secara periodik
4.
Tinggikan
kepala tempat tidur
|
·
Nafas
dangkal mengakibatkan hipoventilasi/atelektasis
·
Area
yang menurunkan /tak ada bunyi nafas diduga atelektasis
·
Meningkatkan
ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi serta pengeluaran sekret
·
Memudahkan
ekspansi paru
|
IX. Daftar
Pustaka
Anonim. (2009). Peritonitis (radang
selaput rongga perut), diperoleh dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=497 tanggal 8 MEI 2010
Doenges. (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi.
Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan
medikal bedah. Edisi 8 Volume
2. Jakarta : EGC
Swearingen. (2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
X.
1.
Infeksi
bakteri
a.
Mikroorganisme
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b.
Appendisitis
yang meradang dan
perforasi
c.
Tukak
peptik (lambung / dudenum)
d.
Tukak
thypoid
e.
Tukak
disentri amuba / colitis
f.
Tukak
pada tumor
g.
Salpingitis
h.
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
2.
Secara
langsung dari luar.
a.
Operasi
yang tidak steril
b.
Terkontaminasi
talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang disertai
pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
c.
Trauma
pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d.
Melalui
tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa
penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pneumokokus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar