Selasa, 02 Oktober 2012

GAGAL GINJAL KRONIK




A.    DEFENISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dankeseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dansampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001)

  1. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1.      Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2.      Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3.      Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4.      Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5.      Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6.      Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7.      Nefropati toksik
8.      Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

  1. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :


1.      Penurunan cadangan ginjal
         Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi.
2.      Insufisiensi ginjal
           Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
3.         Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4.         Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.

  1. MANIFESTASI KLINIS
1.      Kardiovaskuler
a.       Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b.      Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c.       Edema periorbital
d.      Friction rub pericardial
e.       Pembesaran vena leher
2.      Dermatologi
a.       Warna kulit abu-abu mengkilat
b.      Kulit kering bersisik
c.       Pruritus
d.      Ekimosis
e.          Kuku tipis dan rapuh
f.          Rambut tipis dan kasar
3.      Pulmoner
a.          Krekels
b.         Sputum kental dan liat
c.          Nafas dangkal
d.         Pernafasan kussmaul
4.      Gastrointestinal
a.          Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b.         Nafas berbau ammonia
c.          Ulserasi dan perdarahan mulut
d.         Konstipasi dan diare
e.          Perdarahan saluran cerna
5.      Neurologi
a.          Tidak mampu konsentrasi
b.         Kelemahan dan keletihan
c.          Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
d.         Disorientasi
e.          Kejang
f.          Rasa panas pada telapak kaki
g.         Perubahan perilaku
6.      Muskuloskeletal
a.       Kram otot
b.         Kekuatan otot hilang
c.          Kelemahan pada tungkai
d.         Fraktur tulang
e.          Foot drop
7.      Reproduktif
a.          Amenore
b.         Atrofi testekuler

  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.   Pemeriksaan Laboratorium
a.          Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b.         Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
c.          Tes kemampuan pemekatan ginjal
Tujuan    : memeriksa kemampuan untuk memekatkan cairan dalam urine.
Rasional : gejala dini pada penyakit ginjal dengan tanda-tanda kemampuan pemekatan.
Cara : pemberian cairan dihentikan selama 12-24 jam untuk mengkaji kemampuan pemekatan pada tubulus.
d.         Pemeriksaan klirens keratin
Tujuan : - Memberikan nilai ratarata kecepatan filtrasi glomerulus
-    Mengukur volume darah dengan kreatinin yang telah dibesihkan dalam waktu 1 menit.
-    Melihat kemajuan status ginjal klien.
Cara : semua urine dikumpulkan dalam periode 24 jam & mengambil sampel darah dalam periode 24 jam.
40 – 140 ml/i (laki-laki dewasa)
85 – 125 ml/i (wanita)
e.          Kadar keratin serum
Tujuan : - pemeriksaan fungsi ginjal yang mencerminkan keseimbangan antara produksi-produksi filtrasi oleh glomerulus.
-    Indicator yang peka untuk fungsi ginjal.
0,6 – 1,3 mg/100 ml pada serum.
f.          Kadar ureum (blood urea nitrogen : BUN) serum
Tujuan : - menilai kapasitas ekskresi urine
-    Kadar ureum bergantung pada produksi ureum dan aliran urine.
Cara :  dilakukan pada serum
10 – 25 mg/100 ml (laki-laki)
                                       8 – 20 mg/100 ml (wanita)
                                       8 – 18 mg/100 ml (anak-anak)
5        – 15 mg/100 ml (neonates)

2.      Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3.      Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4.      Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
  1. PENATALAKSANAAN
1.      Dialisis
         Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2.      Penanganan hiperkalemia
        Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3.      Mempertahankan keseimbangan cairan
          Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
4.      Obat-obatan
         Diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.

  1. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
            1. Hiperkalemia
            2. Perikarditis
            3. Hipertensi
            4. Anemia
            5. Penyakit tulang

  1. PENGKAJIAN
1.         Pengkajian primer
a.       Airway
           Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :

1) sianosis (mencerminkan hipoksemia)
2).  retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
3).  pernafasan cuping hidung
4). bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
5). tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti nafas)
b.      Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :

1) Pergerakan dada
2) Adanya bunyi nafas
3) Adanya hembusan/aliran udara
c.       Circulation
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler.
Status hemodinamik dapat dilihat dari :
1) Tingkat kesadaran
2) Nadi
3) Warna kulit
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan arteri femoral
2.         Pengkajian sekunder
a.    Aktifitas dan Istirahat
1)   Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
2)   Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
b.   Sirkulasi
1)   Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
2)   Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c.    Integritas Ego
1)      Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
2)      Menolak, cemas, takut, marah, irritable
d.          Eliminasi
       Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e.    Makanan/Cairan
1)      Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
2)      Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f.    Neurosensori
1)      Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
2)   Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
g.   Nyeri/Kenyamanan
1)      Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
2)      Distraksi, gelisah
h.         Pernafasan
1)      Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
2)      Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i.                 Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j.     Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k.   Interaksi Sosial
    Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya






DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1          :  Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
Tujuan                 :  pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan.
Kriteria hasil        :  Hasil laboratorium mendekati normal
BB stabil
Tanda vital dalam batas normal
Tidak ada edema.

Intervensi
Rasional
1.      Kaji status cairan
-          Timbang berat badan harian
-          Keseimbangan intake – output
-          Turgor kulit edema
-          Tekanan darah, ND
2.      Batasi masukan cairan

3.      Identifikasi sumber potensial cairan:
-          Medikasi  dan cairan yang digunakan untuk pengobatan.
-          Makan.
4.      Jelaskan kepada klien dan keluarga rasional pembatasan.
5.      Bantu klien dalam menghadapi ketidak nyamanan akibat pembatasan cairan.
1.      Merupakan dasar untuk kelanjutan pemantauan perubahan dan mengevakuasi intervensi.


2.      Menentukan berat badan ideal, haluaran urine, dan respon terhadap terapi.
3.      Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.


4.      Menguatkan pemahaman dan kerja sama klien dan keluarga.
5.      Kenyamanan klien meningkatkan kepatuhan klien terhadap pembatasan cairan.



Diagnosa 2          :  Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah.
Tujuan                 :  mempertahankan status nutrisi adekuat.
Kriteria hasil        :  berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.

Intervensi
Rasional
1.      Kaji status nutrisi:
-          Perubahan berat badan
-          Nilai lab
2.      Kaji pola diet
-          Riwayat diet
-          Makanan kesukaan
-          Hitung kalori
3.      Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi.
-          Anoreksia, mual, muntah
-          Diet yang tidak disukai
-          Depresi
-          Kurang memahami pembatasan diet
-          stomatitis
4.      Menyediakan makanan kesukaan klien dalam batas diet.
5.      Tingkatkan konsumsi protein, telur, susu dan daging.
6.      Ciptakan lingkungan yang nyaman selama waktu makan.
7.      Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
1.      Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

2.      Pola diet dahulu dan sekarang dipertimbangkan dalam menyusun menu.


3.      Memeberikan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah/dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.




4.      Mendorong meningkatkan masukan diet.

5.      Untuk mencapai keseimbangan nitrogen untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6.      Mencegah anoreksia dan meningkatkan nafsu makan.
7.      Protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan protein lain, pembentukan udema dan perlambatan penyembuhan.

Diagnosa 3          :  resiko tinggi perubahan membrane mukosa b/d kurang/penurunan salvias, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi ammonia.
Tujuan                 :  mempertahankan integritas membrane mukosa.

Intervensi
Rasional
1.      Inspeksi rongga mulut; perhatikan kelembaban, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi leukoplakia.
2.      Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3.      Berikan perawatan mulut, berikan permen mint/karet antara makan.
4.      Anjurkan hygiene gigi yang baik setelah makan dan mau tidur.
5.      Anjurkan produk pencuci mulut lemon atau gliserin yang mengandung alcohol.
1.      Untuk intervensi segera dan mencegah infeksi

2.      Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa masukan oral.
3.      Membantu menyejukkan melumasi  dan menyegarkan mulut.
4.      Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial infeksi.
5.      Bahan tersebut dapat mengiritasi mukosa dan menimbulkan ketidaknyamanan.

Diagnosa 4          :  Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan                 :  klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria hasil        :  TD dan HR dalam batas normal
                               Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Diagnosa 5          :  Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
Tujuan                 :  klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
-          Anemia
-          Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
-          Retensi produk sampah
-          depresi
2.      Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditolerans; bantu jika kelebihan terjadi.
3.      Anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat.

4.      Anjurkan untuk istirahat setelah dialysis.
1.      Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.




2.      Meningkatkan aktifitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.

3.      Mendorong aktifitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4.      Bagi banyak klien dialysis sangat melelahkan.

Diagnosa 6          :  Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus.
Tujuan                 :  mempertahankan kulit tubuh
Kriteria hasil        :  kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesi

Intervensi
Rasional
1.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa

2.      Inspeksi area tergantung terhadap edema

3.      Ubah posisi dengan sering; gerakkan klien dengan perlahan.
1.      Mendeteksi hidrasi/dehidrasi yang berlebihan mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan tingkat seluler.
2.      Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
3.      Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perpusi buruk untuk menurunkan iskemi.

Diagnosa 7          :  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi
Tujuan                 :  klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan perilaku hidup.

Intervensi
Rasional
1.      Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal dan konsekuensinya.
2.      Jelaskan fungsi ginjal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai tingkat pemahaman dan kesiapan klien untuk belajar.
3.      Berikan informasi tentang:
-          Fungsi dan kegagalan ginjal
-          Pembatasan cairan dan diet
-          medikasi
1.      instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.
2.      Belajar  menerima dan memahami diagnosis dan konsekuensi nya.

3.      Klein memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya dirumah.
































DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. EGC: Jakarta.
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. (2008). Gagal Ginjal Kronik. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/gagal-ginjal-kronik. diperoleh tanggal 14 April 2008.
Gun. (2007). Gagal ginjal kronik. http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/laporan-pendahuluan-gagal-ginjal-kronis.html. diperoleh tanggal 14 April 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar